peradanagan
1.1. Pengertian
Ada beberapa definisi mengenai peradangan, diantaranya:
· Inflamasi merupakan
respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan
jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland,
2002).
· Radang ialah suatu proses yang dinamis dari
jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas) yang
dilakukan terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat (connective
tissue). (Katzung, 2002)
Peradangan adalah bagian dari respon biologis kompleks jaringan vaskular
terhadap rangsangan berbahaya, seperti patogen
, sel rusak, atau iritasi. [1]
Peradangan adalah upaya pelindung oleh organisme untuk menghapus rangsangan
merugikan dan untuk memulai proses penyembuhan. Peradangan bukan sinonim untuk infeksi
, bahkan dalam kasus di mana peradangan disebabkan oleh infeksi. Meskipun
infeksi disebabkan oleh mikroorganisme, peradangan merupakan salah satu respon
organisme untuk patogen. Namun, peradangan merupakan respon stereotip, dan
karena itu dianggap sebagai mekanisme kekebalan
bawaan , dibandingkan dengan kekebalan adaptif
, yang spesifik untuk setiap patogen.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena
infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang
memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar
lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera
diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut
radang (Rukmono, 1973).
Tanpa
peradangan, luka dan infeksi tidak akan pernah sembuh. Demikian pula, kerusakan
yang progresif dari jaringan akan membahayakan kelangsungan hidup organisme.
Namun, peradangan kronis juga dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti demam
, periodontitis
, aterosklerosis
, rheumatoid
arthritis , dan bahkan kanker (misalnya, karsinoma kandung empedu
). Hal ini untuk alasan bahwa peradangan biasanya erat diatur oleh tubuh.
Peradangan
dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Peradangan akut
adalah respon awal tubuh untuk rangsangan berbahaya dan dicapai oleh gerakan
peningkatan plasma
dan leukosit
(terutama granulosit)
dari darah ke jaringan yang terluka. Sebuah kaskade biokimia peristiwa merambat
dan jatuh tempo respon inflamasi, melibatkan lokal sistem
vaskular , yang sistem
kekebalan tubuh , dan
berbagai sel dalam jaringan yang terluka. Peradangan berkepanjangan, yang
dikenal sebagai peradangan kronis, menyebabkan pergeseran progresif
dalam jenis sel hadir di lokasi peradangan dan ditandai oleh kerusakan simultan
dan penyembuhan
jaringan dari proses inflamasi.
1.2. Tanda – tanda Radang
Gambaran
makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda
radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama
sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda
radang ini masih digunakan hingga saat ini.
Tanda-tanda
radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa
sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir
yaitu functio laesa(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973;
Mitchell & Cotran, 2003).
Umumnya,
rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak
darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi
penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan
warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Kalor terjadi
bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula
oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC
disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke
daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Perubahan pH
lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Pembengkakan
sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman
cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Berdasarkan asal katanya,
functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa
merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui
secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams,
1995).
1.3. Terminologi dalam Peradangan
·
Edema : cairan yang berlebihan
dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat ataupun
transudat.
·
Eksudasi :
ekstravasasi cairan, protein, dan sel-sel darah dari pembuluh darah ke dalam
jaringan interstisial atau rongga tubuh.
·
Eksudat: cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan
seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi.
·
Emigrasi: proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh
darah.
·
Pus : nanah; eksudat radang yang
purulen & banyak mengandung sel-sel neutrofil serta debris.
·
Transudat :
cairan ekstravaskular dengan kadar protein yang rendah dan berat jenis di bawah
1,012; pada hakekatnya, transudat merupakan ultrafiltrat plasma darah yang
terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan osmotik di
dalam plasma.
Agen yang dapat
menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah
kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin),
berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia,
dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera
jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,
pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya
cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang
yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya
proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono,
1973).
Radang
kronik dapat bersifat primer, tetapi ada kalanya merupakan kelanjutan dari
radang akut. Pada radang kronik primer, beberapa keadaan yang dapat menjadi
etiologi adalah:
1.
Infeksi virus
Infeksi
intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag untuk
mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.
2.
Infeksi
mikroba persisten
Pajanan
mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada reaksi
granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema
pallidum.
3.
Pajanan yang
lama terhadap agen yang berpotensi toksik
Agen-agen
asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang
lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang
nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti
materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam).
4.
Penyakit
autoimun
Respons imun
terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang berlangsung secara terus
menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah penyakit arthritis
rheumatoid atau sklerosis multipel.
5.
Penyakit
spesifik yang etiologinya tidak diketahui
Contohnya
kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus)
6.
Penyakit
granulomatosa primer
Seperti
penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.
Sedangkan
pada radang kronik yang timbul dari radang akut, progresi (perkembangan) dari
radang akut atau kegagalan resolusi (perbaikan) adalah hal yang memicu
terjadinya radang kronik. Jenis radang akut yang paling sering berkembang
menjadi radang kronik adalah radang akut supuratif. Pus yang membentuk rongga
abses serta pembuangannya yang tidak lancar (bisa juga disertai dengan
penebalan dinding abses) akan menyebabkan organisasi pus sehingga tumbuh
jaringan granulasi yang pada akhirnya digantikan oleh jaringan parut fibrosa.
Pembentukan
radang kronik dari radang akut bisa juga disebabkan oleh adanya materi-materi
asing yang tidak tercerna (resisten) selama radang akut. Contohnya adalah
keratin dari kista epidermal yang sobek atau potongan kecil tulang yang
terdapat di dalam sekestrasi osteomyelitis. Benda asing ini akan menimbulkan reaksi
radang kronik yang spesifik yaitu radang granulomatosa dan menyebabkan
terbentuknya sel datia yaitu sel berinti banyak yang terbentuk dari makrofag.
Ada dua jenis
radang yaitu radang akut dan radang kronik
3.1. Radang Akut
Radang akut
adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba
yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat dua komponen utama dalam
proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh
darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural
pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan
melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell
& Cotran, 2003).
Peradangan
akut adalah proses jangka pendek, biasanya muncul dalam beberapa menit atau jam
dan berhenti pada penghapusan stimulus merugikan. [5]
Hal ini ditandai oleh lima tanda kardinal: [6]
Nama tradisional untuk tanda-tanda peradangan berasal dari bahasa
Latin:
- Dolor ( nyeri )
- Kalor ( panas )
- Rubor
(kemerahan)
- Tumor ( pembengkakan )
- Functio laesa (hilangnya fungsi) [7]
Kelima tanda-tanda peradangan akut
muncul ketika terjadi di permukaan tubuh, sedangkan peradangan akut organ
internal tidak dapat mengakibatkan set lengkap. Nyeri hanya terjadi di mana
ujung saraf sensorik yang tepat ada di daerah-misalnya meradang, peradangan
akut pada paru-paru ( pneumonia
) tidak menyebabkan rasa sakit kecuali peradangan melibatkan pleura
parietalis , yang tidak memiliki rasa
sakit-ujung saraf yang sensitif
.
3.2. Radang Kronik
Inflamasi kronik (atau disebut juga radang kronik)
merupakan peradangan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama (lebih
lama jika dibandingkan dengan radang akut). Berbeda dengan radang akut, radang
kronik ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
- Infiltrasi sel-sel mononuklear meliputi sel
limfosit, sel plasma dan makrofag yang predominan.
- Destruksi jaringan, yang sebagian besar diatur
oleh sel-sel radang.
- Repair (perbaikan)
melibatkan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan fibrosis
(pembentukan jaringan parut).
3.3. Perbedaan Radang Akut dengan Radang Kronik
Beberapa jenis radang sukar dibedakan sebagai kronik atau akut, karena
tidak adanya batasan yang tegas yang membedakan secara klinik maupun morfologi.
Dikatakan bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 – 6 minggu disebut
radang kronik, tetapi karena banyak ketergantungan respons efektif dari host
dan sifat alami jejas maka batasan waktu tidak ada artinya.
Radang kronik ditandai oleh adanya
sel-sel mononuklear yaitu makrofag limfosit dan sel plasma. Secara tradisional
makrofag dianggap sebagai pembersih, tetapi sekarangdiketahui juga mempunyai
beberapa fungsi lain yang penting di dalam radang dan kekebalan. Makrofag
jaringan hanya salah satu komponen saja dari fagosit sistem mononuklear (MPS),
yang dulu dikenal sebagai Reticulo Endothelial System (RES). Yang terakhir ini
didapati tersebar dimana-mana di dalam jaringan ikat atau berkelompok dalam alat
tubuh seperti hati (sel kupffer), limpa dan kelenjar getah bening (histosit
sinus), serta paru (makrofag alveolar). Semua berasal dari prekursor yang sama
di dalam sistem tulang yang menghasilkan monosit darah, dari darah monosit
berpindah ke dalam berbagai jaringan dan berubah menjadi makrofag.
Selain fagositosis, makrofag
mempunyai beberapa segi lain yang penting untuk peranannya sebagai sel radang.
Fagosit mononuklear berkemampuan untuk dibuat aktif, suatu proses yang
mengakibatkan bentuk sel lebih aktif dan lebih penting lagi, kemampuan yang
lebih besar dari fagositosis yang membunuh mikroba dengan memakannya. Setelah
diaktifkan, makrofag mengeluarkan banyak produk aktif biologi yang sebagian
besar perannya dikaitkan dengan radang dan pemulihan.
Berikut
ringkasan perbedaan radang akut dengan kronik.
Akut
|
Kronis
|
|
Agen
penyebab
|
Patogen,
cedera jaringan
|
Peradangan
akut persisten karena patogen
non-degradable, benda asing yang terus-menerus, atau reaksi autoimun
|
Mayor sel
yang terlibat
|
neutrofil (terutama),
eosinofil dan basofil (respon terhadap cacing dan parasit cacing), sel
mononuklear (monosit, makrofag)
|
Mononuklear
sel (monosit, makrofag, limfosit, sel-sel plasma), fibroblas
|
Primer
mediator
|
Amina
vasoaktif, eicosanoid
|
IFN-γ dan
sitokin lainnya faktor pertumbuhan,, spesies oksigen reaktif, enzim
hidrolitik
|
Permulaan
|
Segera
|
Terlambat
|
Jangka
waktu
|
Beberapa
hari
|
Sampai
berbulan-bulan, atau tahun
|
Hasil
|
Resolusi,
pembentukan abses peradangan, kronis
|
Penghancuran
jaringan, fibrosis, nekrosis
|
4.1. Radang Akut
Radang akut
merupakan jawaban segera atau respons langsung dan dini terhadap agen
jejas.Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari.
Pengenalan segera terhadap masuknya agen jejas akan mempunyai dua dampak
penting yaitu: berhimpunnya antibodi di sekitar agen jejas dan emigrasi
leukosit dari pembuluh darah ke jaringan yang terkena agen jejas. Dengan
demikian radang akut mempunyai komponen-komponen sebagai berikut:
1.
Perubahan penampang pembuluh darah akibat
meningkatnya aliran darah
Segera
setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah
dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler
yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan
diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi
jejas melebar dan berisi darah terbendung. (Robbins & Kumar, 1995).
2.
Perubahan struktural pada pembuluh darah
mikro
Peningkatan
permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah
putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi
radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang
berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan
anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan
(Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung
arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat
meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid
bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula.
Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan
interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.
Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat
jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Cairan eksudat tertimbun sebagai akibat
peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan
molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular
sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa
rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
3.
Agregasi leukosit di lokasi jejas
Penimbunan
sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas,
merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit
bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan
enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan
beberapa cara. Rangkaian agregrasi sel darah putih dalam perilakunya dalam lokasi radang
meliputi:
a.
Marginasi dan susunan berlapis
Dalam fokus
radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah
menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri.
Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian
tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi
(marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan
sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel
tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Robbins & Kumar,
1995).
b.
Emigrasi
Emigrasi
adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh
darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel.
Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi
leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak
tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
c.
Kemotaksis
Setelah
meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi
jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua
jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat
yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang
kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis
dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara
selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis
dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri
(Robbins & Kumar, 1995).
d.
Fagositosis
Setelah leukosit sampai
di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat
melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan
yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme
diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami
opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan
meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini
terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut
fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap,
granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan
isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar
mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit
yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang
virulen dapat menghancurkan leukosit (Robbins & Kumar, 1995).
4.2. Radang Kronik
Radang kronik disebabkan oleh rangsangan yang menetap, sering kali dalam
beberapa minggu atau bulan, menyebabkan infiltrasi mononuklear dan proliferasi
fibroblas. Sel-sel darah putih yang tertimbun, sebagian besar terdiri dari sel
makrofag dan limfosit dan kadang-kadang ditemukan juga sel plasma. Maka eksudat
leukosit pada radang kronik disebut monomorfonuklear untuk membedakan dari
eksudat polimorfonuklear pada radang akut.
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responsnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat
terjadi, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan
pada proses penyembuhan normal. Sebagai contoh infeksi bakteri paru dapat
memulai sebagai fokus radang akut (pneumonia) tetapi kegagalannya melakukan
resolusi dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan pembentukan rongga
dengan proses radang yang tetap ganas dan dapat mengakibatkan asbes paru
kronik.
Adakalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer, sering
penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang
menimbulkan radang akut. Dikenal tiga kelompok besar dalam radang kronik:
1.
Infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel
tertentu seperti basil tuberkel, treponema pallidum dan jamur-jamur tertentu.
Organisme-organisme ini memiliki toksisitas rendah dan menimbulkan reaksi imun
yang disebut hipersensifitas tertunda. Respon radang sering memiliki pola khas
disebut reaksi granulomatik.
2.
Kontak lama dengan dengan bahan yang tidak
mudah hancur. Bahan ini termasuk partikel-partikel silika, yang dapat
menimbulkan respons radang kronik yang disebut silikosis dalam paru bila
dihirup dalam waktu lama. Silika dapat bekerja dalam bentuk kimiawi dan
mekanik. Sebaliknya benda-benda asing yang besar seperti pecahan kaca, benang
jahitan dapat mengakibatkan radang kronik karena iritasi fisika dan mekanik.
Respon pada kasus di atas disebut reaksi benda asing dan sering disertai dengan
pembentukan sel datia karena fungsi makrofag.
3.
Pada keadaan-keadaan tertentu, terjadi reaksi
imun terhadap jaringan individu sendiri dan menyebabkan penyakit auto-imun.
Pada penyakit ini auto antigen menimbulkan reaksi imun yang berlangsung dengan
sendirinya secara terus menerus dan mengakibatkan beberapa penyakit radang
kronik seperti arthritis rhematoid.
5.1. Judul Sub Bab
Lorem
ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Fusce gravida pellentesque
purus. Praesent nisi quam, mattis in, gravida non, sodales ut, purus. Curabitur
nisi massa, adipiscing vitae, commodo nec, molestie ac, nisl. Nunc convallis
faucibus orci. Nullam tristique mattis tortor.
5.2. Judul Sub Bab
Proin
porta velit. Fusce tristique blandit magna. Nullam consequat consectetur orci.
Nunc ac est. Curabitur sit amet neque a magna eleifend eleifend. Nullam in
lorem. Cras in arcu vitae pede gravida feugiat. Aliquam suscipit. Pellentesque
fermentum augue molestie pede laoreet interdum.
5.3. Judul Sub Bab
Sed lectus enim, pharetra vitae,
convallis ac, posuere eget, odio. Cras gravida. Nunc suscipit velit non ipsum.
Suspendisse turpis velit, viverra nec, porta sed, pharetra eget, felis. In
felis lacus, dictum ac, semper a, porttitor vitae, enim. Quisque suscipit,
neque eget congue condimentum, nisl tellus tempus urna, id semper enim nunc
vitae nisi.
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Inflammation
http://eddie-suster-boy.blogspot.com/2011/12/proses-radang-akut-dan-kronik.html
http://fetybyanstec.wordpress.com/2011/06/22/radangpengertianmacamperantanda2faktor-pengaruhaspek-cairan-seluler-peradangandlllll/
LAMPIRAN
Isi lampiran
1.1 Gambar peradangan angkut pada kulit
1.2
Gambar peradanga kronik pada kulit
1.3 Gambar
– gambar peradangan pada organ tubuh
Peradangan
pada lambung peradangan kronik pada
hati peradangan kronik pada usus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar