Sabtu, 14 Januari 2012

peradanagan


peradanagan 



1.1.     Pengertian

Ada beberapa definisi mengenai peradangan, diantaranya:
·      Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
·      Radang ialah suatu proses yang dinamis dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas) yang dilakukan terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat (connective tissue). (Katzung, 2002)
Peradangan adalah bagian dari respon biologis kompleks jaringan vaskular terhadap rangsangan berbahaya, seperti patogen , sel rusak, atau iritasi. [1] Peradangan adalah upaya pelindung oleh organisme untuk menghapus rangsangan merugikan dan untuk memulai proses penyembuhan. Peradangan bukan sinonim untuk infeksi , bahkan dalam kasus di mana peradangan disebabkan oleh infeksi. Meskipun infeksi disebabkan oleh mikroorganisme, peradangan merupakan salah satu respon organisme untuk patogen. Namun, peradangan merupakan respon stereotip, dan karena itu dianggap sebagai mekanisme kekebalan bawaan , dibandingkan dengan kekebalan adaptif , yang spesifik untuk setiap patogen.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 1973).
Tanpa peradangan, luka dan infeksi tidak akan pernah sembuh. Demikian pula, kerusakan yang progresif dari jaringan akan membahayakan kelangsungan hidup organisme. Namun, peradangan kronis juga dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti demam , periodontitis , aterosklerosis , rheumatoid arthritis , dan bahkan kanker (misalnya, karsinoma kandung empedu ). Hal ini untuk alasan bahwa peradangan biasanya erat diatur oleh tubuh.
Peradangan dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Peradangan akut adalah respon awal tubuh untuk rangsangan berbahaya dan dicapai oleh gerakan peningkatan plasma dan leukosit (terutama granulosit) dari darah ke jaringan yang terluka. Sebuah kaskade biokimia peristiwa merambat dan jatuh tempo respon inflamasi, melibatkan lokal sistem vaskular , yang sistem kekebalan tubuh , dan berbagai sel dalam jaringan yang terluka. Peradangan berkepanjangan, yang dikenal sebagai peradangan kronis, menyebabkan pergeseran progresif dalam jenis sel hadir di lokasi peradangan dan ditandai oleh kerusakan simultan dan penyembuhan jaringan dari proses inflamasi.

1.2.     Tanda – tanda Radang

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini.
Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).

1.3.     Terminologi dalam Peradangan

·      Edema : cairan yang berlebihan dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat ataupun transudat.
·      Eksudasi : ekstravasasi cairan, protein, dan sel-sel darah dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh.
·      Eksudat: cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.
·      Emigrasi: proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah.
·      Pus : nanah; eksudat radang yang purulen & banyak mengandung sel-sel neutrofil serta debris.
·      Transudat : cairan ekstravaskular dengan kadar protein yang rendah dan berat jenis di bawah 1,012; pada hakekatnya, transudat merupakan ultrafiltrat plasma darah yang terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan osmotik di dalam plasma.



Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 1973).
Radang kronik dapat bersifat primer, tetapi ada kalanya merupakan kelanjutan dari radang akut. Pada radang kronik primer, beberapa keadaan yang dapat menjadi etiologi adalah:
1.       Infeksi virus          
Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.
2.       Infeksi mikroba persisten
Pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema pallidum.
3.       Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik
Agen-agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam).
4.       Penyakit autoimun
Respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.
5.       Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui
Contohnya kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus)
6.       Penyakit granulomatosa primer
Seperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.
Sedangkan pada radang kronik yang timbul dari radang akut, progresi (perkembangan) dari radang akut atau kegagalan resolusi (perbaikan) adalah hal yang memicu terjadinya radang kronik. Jenis radang akut yang paling sering berkembang menjadi radang kronik adalah radang akut supuratif. Pus yang membentuk rongga abses serta pembuangannya yang tidak lancar (bisa juga disertai dengan penebalan dinding abses) akan menyebabkan organisasi pus sehingga tumbuh jaringan granulasi yang pada akhirnya digantikan oleh jaringan parut fibrosa.
Pembentukan radang kronik dari radang akut bisa juga disebabkan oleh adanya materi-materi asing yang tidak tercerna (resisten) selama  radang akut. Contohnya adalah keratin dari kista epidermal yang sobek atau potongan kecil tulang yang terdapat di dalam sekestrasi osteomyelitis. Benda asing ini akan menimbulkan reaksi radang kronik yang spesifik yaitu radang granulomatosa dan menyebabkan terbentuknya sel datia yaitu sel berinti banyak yang terbentuk dari makrofag.


Ada dua jenis radang yaitu radang akut dan radang kronik

3.1.     Radang Akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat dua komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).
Peradangan akut adalah proses jangka pendek, biasanya muncul dalam beberapa menit atau jam dan berhenti pada penghapusan stimulus merugikan. [5] Hal ini ditandai oleh lima tanda kardinal: [6]
Nama tradisional untuk tanda-tanda peradangan berasal dari bahasa Latin:
Kelima tanda-tanda peradangan akut muncul ketika terjadi di permukaan tubuh, sedangkan peradangan akut organ internal tidak dapat mengakibatkan set lengkap. Nyeri hanya terjadi di mana ujung saraf sensorik yang tepat ada di daerah-misalnya meradang, peradangan akut pada paru-paru ( pneumonia ) tidak menyebabkan rasa sakit kecuali peradangan melibatkan pleura parietalis , yang tidak memiliki rasa sakit-ujung saraf yang sensitif .

3.2.     Radang Kronik

Inflamasi kronik (atau disebut juga radang kronik) merupakan peradangan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama (lebih lama jika dibandingkan dengan radang akut). Berbeda dengan radang akut, radang kronik ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
  • Infiltrasi sel-sel mononuklear meliputi sel limfosit, sel plasma dan makrofag yang predominan.
  • Destruksi jaringan, yang sebagian besar diatur oleh sel-sel radang.
  • Repair (perbaikan) melibatkan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan fibrosis (pembentukan jaringan parut).

3.3.     Perbedaan Radang Akut dengan Radang Kronik

Beberapa jenis radang sukar dibedakan sebagai kronik atau akut, karena tidak adanya batasan yang tegas yang membedakan secara klinik maupun morfologi. Dikatakan bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 – 6 minggu disebut radang kronik, tetapi karena banyak ketergantungan respons efektif dari host dan sifat alami jejas maka batasan waktu tidak ada artinya.
            Radang kronik ditandai oleh adanya sel-sel mononuklear yaitu makrofag limfosit dan sel plasma. Secara tradisional makrofag dianggap sebagai pembersih, tetapi sekarangdiketahui juga mempunyai beberapa fungsi lain yang penting di dalam radang dan kekebalan. Makrofag jaringan hanya salah satu komponen saja dari fagosit sistem mononuklear (MPS), yang dulu dikenal sebagai Reticulo Endothelial System (RES). Yang terakhir ini didapati tersebar dimana-mana di dalam jaringan ikat atau berkelompok dalam alat tubuh seperti hati (sel kupffer), limpa dan kelenjar getah bening (histosit sinus), serta paru (makrofag alveolar). Semua berasal dari prekursor yang sama di dalam sistem tulang yang menghasilkan monosit darah, dari darah monosit berpindah ke dalam berbagai jaringan dan berubah menjadi makrofag.
            Selain fagositosis, makrofag mempunyai beberapa segi lain yang penting untuk peranannya sebagai sel radang. Fagosit mononuklear berkemampuan untuk dibuat aktif, suatu proses yang mengakibatkan bentuk sel lebih aktif dan lebih penting lagi, kemampuan yang lebih besar dari fagositosis yang membunuh mikroba dengan memakannya. Setelah diaktifkan, makrofag mengeluarkan banyak produk aktif biologi yang sebagian besar perannya dikaitkan dengan radang dan pemulihan.
Berikut ringkasan perbedaan radang akut dengan kronik.

Akut
Kronis
Agen penyebab
Patogen, cedera jaringan
Peradangan akut persisten karena patogen non-degradable, benda asing yang terus-menerus, atau reaksi autoimun
Mayor sel yang terlibat
neutrofil (terutama), eosinofil dan basofil (respon terhadap cacing dan parasit cacing), sel mononuklear (monosit, makrofag)
Mononuklear sel (monosit, makrofag, limfosit, sel-sel plasma), fibroblas
Primer mediator
Amina vasoaktif, eicosanoid
IFN-γ dan sitokin lainnya faktor pertumbuhan,, spesies oksigen reaktif, enzim hidrolitik
Permulaan
Segera
Terlambat
Jangka waktu
Beberapa hari
Sampai berbulan-bulan, atau tahun
Hasil
Resolusi, pembentukan abses peradangan, kronis
Penghancuran jaringan, fibrosis, nekrosis

                                                                                                                         

4.1.     Radang Akut

Radang akut merupakan jawaban segera atau respons langsung dan dini terhadap agen jejas.Respon ini relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Pengenalan segera terhadap masuknya agen jejas akan mempunyai dua dampak penting yaitu: berhimpunnya antibodi di sekitar agen jejas dan emigrasi leukosit dari pembuluh darah ke jaringan yang terkena agen jejas. Dengan demikian radang akut mempunyai komponen-komponen sebagai berikut:
1.       Perubahan penampang pembuluh darah akibat meningkatnya aliran darah
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. (Robbins & Kumar, 1995).
2.       Perubahan struktural pada pembuluh darah mikro
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Cairan eksudat tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
3.       Agregasi leukosit di lokasi jejas
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Rangkaian agregrasi sel darah putih dalam perilakunya dalam lokasi radang meliputi:
a.       Marginasi dan susunan berlapis
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Robbins & Kumar, 1995).
b.      Emigrasi
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
c.       Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Robbins & Kumar, 1995).
d.      Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit (Robbins & Kumar, 1995).

4.2.     Radang Kronik

Radang kronik disebabkan oleh rangsangan yang menetap, sering kali dalam beberapa minggu atau bulan, menyebabkan infiltrasi mononuklear dan proliferasi fibroblas. Sel-sel darah putih yang tertimbun, sebagian besar terdiri dari sel makrofag dan limfosit dan kadang-kadang ditemukan juga sel plasma. Maka eksudat leukosit pada radang kronik disebut monomorfonuklear untuk membedakan dari eksudat polimorfonuklear pada radang akut.
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau responsnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat terjadi, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Sebagai contoh infeksi bakteri paru dapat memulai sebagai fokus radang akut (pneumonia) tetapi kegagalannya melakukan resolusi dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan pembentukan rongga dengan proses radang yang tetap ganas dan dapat mengakibatkan asbes paru kronik.
Adakalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer, sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Dikenal tiga kelompok besar dalam radang kronik:
1.       Infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu seperti basil tuberkel, treponema pallidum dan jamur-jamur tertentu. Organisme-organisme ini memiliki toksisitas rendah dan menimbulkan reaksi imun yang disebut hipersensifitas tertunda. Respon radang sering memiliki pola khas disebut reaksi granulomatik.
2.       Kontak lama dengan dengan bahan yang tidak mudah hancur. Bahan ini termasuk partikel-partikel silika, yang dapat menimbulkan respons radang kronik yang disebut silikosis dalam paru bila dihirup dalam waktu lama. Silika dapat bekerja dalam bentuk kimiawi dan mekanik. Sebaliknya benda-benda asing yang besar seperti pecahan kaca, benang jahitan dapat mengakibatkan radang kronik karena iritasi fisika dan mekanik. Respon pada kasus di atas disebut reaksi benda asing dan sering disertai dengan pembentukan sel datia karena fungsi makrofag.
3.       Pada keadaan-keadaan tertentu, terjadi reaksi imun terhadap jaringan individu sendiri dan menyebabkan penyakit auto-imun. Pada penyakit ini auto antigen menimbulkan reaksi imun yang berlangsung dengan sendirinya secara terus menerus dan mengakibatkan beberapa penyakit radang kronik seperti arthritis rhematoid.


5.1.     Judul Sub Bab

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Fusce gravida pellentesque purus. Praesent nisi quam, mattis in, gravida non, sodales ut, purus. Curabitur nisi massa, adipiscing vitae, commodo nec, molestie ac, nisl. Nunc convallis faucibus orci. Nullam tristique mattis tortor.

5.2.     Judul Sub Bab

Proin porta velit. Fusce tristique blandit magna. Nullam consequat consectetur orci. Nunc ac est. Curabitur sit amet neque a magna eleifend eleifend. Nullam in lorem. Cras in arcu vitae pede gravida feugiat. Aliquam suscipit. Pellentesque fermentum augue molestie pede laoreet interdum.

5.3.     Judul Sub Bab

Sed lectus enim, pharetra vitae, convallis ac, posuere eget, odio. Cras gravida. Nunc suscipit velit non ipsum. Suspendisse turpis velit, viverra nec, porta sed, pharetra eget, felis. In felis lacus, dictum ac, semper a, porttitor vitae, enim. Quisque suscipit, neque eget congue condimentum, nisl tellus tempus urna, id semper enim nunc vitae nisi.

DAFTAR PUSTAKA



http://en.wikipedia.org/wiki/Inflammation
http://eddie-suster-boy.blogspot.com/2011/12/proses-radang-akut-dan-kronik.html
http://fetybyanstec.wordpress.com/2011/06/22/radangpengertianmacamperantanda2faktor-pengaruhaspek-cairan-seluler-peradangandlllll/




LAMPIRAN

                                                                                               
Isi lampiran
1.1 Gambar peradangan angkut pada kulit

1.2 Gambar peradanga kronik pada kulit

1.3 Gambar –  gambar peradangan pada organ tubuh

Peradangan pada lambung    peradangan kronik pada hati   peradangan kronik pada usus
          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar